REVOLUSI PENDIDIKAN MADRASAH: MEMBANGUN GENERASI PANCA CINTA DENGAN PEMBELAJARAN MENDALAM (SEBUAH ANALISIS KURIKULUM MADRASAH 2025)
Sebuah Gerakan Kurikulum yang Menyentuh Jiwa
Di tengah derasnya arus perubahan global dan tantangan zaman
yang semakin kompleks, Kementerian Agama (Kemenag) Republik Indonesia
meluncurkan sebuah terobosan fundamental dalam dunia pendidikan madrasah. Kebijakan
yang tertuang dalam Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 1503 Tahun 2025,
merupakan perubahan atas KMA sebelumnya (Nomor 450 Tahun 2024) dan secara resmi
mengantar seluruh satuan pendidikan di bawah naungan Kemenag—mulai dari
Raudhatul Athfal (RA) hingga Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK)—ke era Kurikulum
Madrasah 2025 .
Namun, regulasi tersebut bukanlah sekadar perubahan
administratif atau pergeseran jadwal pelajaran. Kurikulum Madrasah 2025 adalah
sebuah gerakan filosofis yang berani. Kurikulum tersebut didasarkan pada dua
pilar utama yang mendalam dan saling terkait: Pembelajaran Mendalam (Deep
Learning) dan Kurikulum Berbasis Cinta. Konsep tersebut
bertujuan untuk menyempurnakan implementasi kurikulum sebelumnya dengan
menggeser fokus pendidikan dari sekadar "menyuapi otak" menjadi upaya
"menyentuh jiwa".
Revolusi kurikulum tersebut menawarkan perspektif baru yang
menarik. Bagaimana konsep cinta dan kedalaman batin—yang sering dianggap domain
ilmu agama atau humaniora—dapat mengubah cara guru mengajar, mempelajari, dan
bahkan mencintai matematika? Jawabannya terletak pada visi kurikulum tersebut
untuk membentuk murid sebagai pelajar sepanjang hayat yang berkarakter
Pancasila, sebuah visi yang membutuhkan fondasi spiritual, moral, dan
penalaran kritis yang kuat.
Mengupas Tuntas Kerangka Dasar Kurikulum: Arah dan Tujuan
Baru
Kerangka dasar Kurikulum Madrasah 2025 adalah rancangan
landasan utama yang memuat arah pengembangan kurikulum secara menyeluruh. Visi
besarnya adalah meningkatkan keimanan, ketakwaan, kewargaan, penalaran kritis,
kreativitas, kolaborasi, kemandirian, kesehatan, dan komunikasi.
Tujuan utama tersebut diikat kuat oleh fondasi spiritual yang
disebut Panca Cinta dalam Kurikulum Berbasis Cinta:
1. Cinta Allah dan Rasul-Nya: Menjadi
fondasi spiritual tertinggi.
2. Cinta Ilmu: Menghargai proses belajar
dan pengetahuan.
3. Cinta Lingkungan: Menumbuhkan
kesadaran ekologis.
4. Cinta Diri dan Sesama Manusia:
Membangun empati, karakter, dan mental yang sehat.
5. Cinta Tanah Air: Menguatkan karakter
nasionalis dan kebangsaan.
Prinsip-prinsip perancangan kurikulum tersebut juga
menekankan aspek yang krusial bagi pendidikan modern:
- Pengembangan
Karakter: Meliputi pengembangan kompetensi spiritual, moral, sosial, dan
emosional, yang diintegrasikan dalam proses pembelajaran.
- Fleksibel:
Kurikulum dapat disesuaikan dengan kebutuhan pengembangan kompetensi murid,
karakteristik madrasah, dan konteks sosial budaya setempat. Fleksibilitas tersebut
adalah kunci bagi madrasah untuk mengadaptasi Kurikulum Berbasis Cinta ke
dalam mata pelajaran, di mana konteks lokal dapat digunakan sebagai studi
kasus numerik.
- Berfokus
pada Muatan Esensial: Berpusat pada muatan yang paling diperlukan untuk
mengembangkan kompetensi dan karakter, memberikan waktu yang memadai bagi pendidik
untuk melakukan pembelajaran mendalam.
Fondasi Filosofis: Merangkai Kearifan Islam dan Nusantara
Keunikan dan kedalaman Kurikulum Madrasah 2025 terletak pada
landasan filosofisnya yang holistik. Kurikulum tersebut secara cerdas merangkai
pemikiran tokoh-tokoh besar Islam dengan kearifan nasional, membentuk pribadi
islami yang beriman, berakhlak mulia, dan berpengetahuan seimbang.
1. Inspirasi dari Ki Hajar Dewantara (Asah, Asih, Asuh)
Kurikulum Madrasah 2025 berlandaskan cita-cita kemerdekaan
dan falsafah Pancasila. Sejalan dengan itu, filosofi pendidikan Ki Hajar
Dewantara yang menekankan kemandirian murid dan sistem among yang
mencakup nilai asah, asih, asuh menjadi ruh utama. Pendidikan harus
memerdekakan dan berakar pada budaya bangsa. Pembelajaran harus diarahkan agar murid
mandiri dalam bernalar, serta menumbuhkan budi pekerti (kekuatan
batin/karakter) seiring dengan kemajuan pikiran.
2. Ketajaman Ilmu dan Amal dari Imam Al-Ghazali
Inti dari Kurikulum Berbasis Cinta diperkuat oleh
pemikiran Imam Al-Ghazali. Dalam Ayyuhal Walad, Al-Ghazali menekankan
pentingnya integrasi antara ilmu dan amal. Ilmu tanpa amal tidak hanya
kurang bermanfaat, tetapi berpotensi merugikan. Ilmu harus diwujudkan dalam
tindakan nyata sehari-hari yang dilandasi keikhlasan.
Dalam ranah spiritual, melalui Ihya' Ulumuddin,
Al-Ghazali membahas konsep Cinta (Mahabbah) dan kasih sayang
sebagai fondasi spiritual luhur. Bentuk cinta tertinggi adalah kepada Allah
Swt., sejalan dengan pemikiran Rabi'ah al-Adawiyah. Al-Ghazali menegaskan bahwa
cinta harus berlandaskan ma'rifah (pengetahuan intuitif) dan idrak
(kemampuan mengenali kebenaran melalui potensi rohani).
Jika ilmu tanpa amal adalah kerugian, maka penalaran tanpa
penerapan nyata dan moralitas pun akan hampa. Cinta Ilmu berarti
melampaui sekadar menghafal. Cinta tersebut harus diwujudkan dalam kemampuan penalaran
kritis untuk menyelesaikan masalah kehidupan nyata yang dilandasi etika dan
Panca Cinta. Pembelajaran harus dimulai dari proses mengenal yang
bermakna dan mendalam agar cinta sejati pada ilmu tersebut dapat tumbuh.
3. Kebahagiaan dan Filsafat dari Al-Kindi dan Rumi
Al-Kindi, dalam Al-Hassi 'ala Ta'allum al-Falsafah,
menegaskan bahwa pendidikan bertujuan utama mencapai kebahagiaan dan cinta
yang mendalam. Al-Kindi memandang filsafat sebagai "ilmu dari segala
ilmu" dan "kearifan dari segala kearifan" yang membimbing
manusia pada kesusilaan hidup dan pengetahuan yang benar. Pemikiran tersebut
senada dengan Jalaluddin Rumi dalam Fihi Ma Fihi yang menekankan hakikat
cinta sebagai jembatan spiritual, serta pentingnya hubungan batin yang kuat
antara guru dan murid.
Hubungan batin antara guru (pendidik) dan murid menjadi kunci
keberhasilan Pembelajaran Mendalam. Guru bukan hanya mentransfer ilmu,
tetapi juga menumbuhkan hasrat dan cinta pada logika dan keindahan alam
semesta.
4. Peran Sosial dari Ibnu Khaldun dan Ali Syariati
Landasan sosiologis Kurikulum Madrasah2025 menekankan bahwa
pendidikan berkaitan erat dengan kepentingan nasional, terutama membangun
bangsa yang maju dan berjati diri. Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah berpendapat
bahwa pendidikan berlangsung melalui pengalaman hidup dan interaksi sosial. Pembelajaran
harus holistik, membentuk karakter dan keterampilan yang relevan dengan
kehidupan sosial nyata, bukan sekadar transfer pengetahuan. Sementara Ali
Syariati dalam Man of Islam memandang pendidikan sebagai motor penggerak
perubahan positif yang berorientasi pada aksi nyata dan keadilan sosial.
Pembelajaran tidak boleh steril dari realitas sosial. Penerapan
konsep harus dihubungkan dengan masalah-masalah kebangsaan, keadilan, dan
kesejahteraan kolektif. Hubungan tersebut akan mewujudkan tujuan mencerdaskan
kehidupan bangsa dalam cakupan yang luas, bukan hanya cerdas sumber daya
manusia, melainkan juga cerdas dalam aspek budaya, sistem, dan lingkungan.
Kurikulum Berbasis Cinta
Kurikulum Berbasis Cinta mengintegrasikan nilai-nilai Panca
Cinta ke dalam seluruh proses, dari Intrakurikuler, Kokurikuler,
Ekstrakurikuler, hingga budaya madrasah. Bagaimana Panca Cinta ini
diterjemahkan ke dalam kelas?
- Cinta
Ilmu:
Menumbuhkan pemahaman bahwa pelajaran adalah bahasa semesta, alat untuk
memahami keagungan ciptaan Allah Swt.. Pengajar harus memicu rasa ingin
tahu, mendorong eksplorasi yang mendalam, dan menempatkan murid sebagai
pusat pembelajaran yang aktif.
- Cinta
Diri dan Sesama Manusia: Belajar berkolaborasi dalam menyelesaikan masalah,
menghargai setiap proses berpikir teman, dan membangun etika berkomunikasi
saat berargumen logis. Kompetisi diganti dengan kolaborasi yang
didasarkan pada rasa saling memuliakan.
- Cinta
Lingkungan: Pelajaran
digunakan untuk menyelesaikan masalah lingkungan. Contoh: menghitung laju
deforestasi, menganalisis data kualitas air, atau memodelkan pertumbuhan
populasi. Angka menjadi alat untuk menumbuhkan kepedulian kemanusiaan
secara mendalam.
- Cinta
Tanah Air:
Menggunakan data statistik nasional untuk menganalisis kondisi
sosial-ekonomi Indonesia. Pelajaran menjadi alat untuk memahami tantangan
dan peluang bangsa.
Pembelajaran Mendalam
Pembelajaran Mendalam (Deep Learning) adalah pendekatan yang menempatkan murid
sebagai subjek yang berkesadaran, menciptakan suasana belajar yang bermakna dan
menggembirakan. Pendekatan tersebut berlawanan dengan pembelajaran permukaan (surface
learning) yang hanya mengejar nilai akhir atau sekadar transfer ilmu.
Pembelajaran Mendalam memiliki arti:
1. Mengutamakan Pemahaman Konsep (Conceptual
Understanding)
Tidak sekadar tahu cara menggunakan algoritma,
tetapi memahami mengapa algoritma tersebut bekerja (filosofi di
baliknya) dan kapan harus digunakan (konteks aplikasinya). Misalnya,
memahami geometri bukan hanya menghitung luas, tetapi merasakan keteraturan dan
keindahan bentuk-bentuk ciptaan Tuhan.
2. Membangun Penalaran Kritis (Critical
Reasoning)
Pembelajaran harus memberikan ruang
yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian murid. Dengan
Pembelajaran Mendalam, murid didorong untuk berargumentasi, membuktikan, dan
menciptakan solusi orisinal, bukan hanya meniru contoh.
3. Holistik dan Berempati
Pembelajaran Mendalam berlandaskan
pandangan pendidikan holistik yang mengedepankan keseimbangan antara aspek
intelektual, emosional, spiritual, dan fisik. Pelajaran yang mendalam tidak
hanya membentuk murid yang cerdas secara kognitif, tetapi juga bermartabat,
mandiri, dan berempati.
Pembelajaran Mendalam dan Kurikulum Berbasis Cinta adalah
gerakan nilai yang menargetkan pencapaian karakter humanis, nasionalis,
toleran, dan berakhlak mulia. Penilaian keberhasilan pun tidak hanya berfokus
pada capaian akademik, tetapi juga mempertimbangkan perubahan sikap dan
pengalaman belajar murid.
Tantangan Implementasi dan Harapan Masa Depan
Perubahan Kurikulum Madrasah 2025 adalah tugas kolektif. Implementasinya
dilaksanakan secara serentak pada seluruh jenjang madrasah. Tantangan terbesar
adalah bagaimana memastikan pendidik memiliki otoritas dan kompetensi untuk
mengimplementasikan filosofi yang mendalam tersebut. KMA telah mengamanatkan
agar ketentuan tersebut diintegrasikan ke dalam kegiatan pembinaan, supervisi,
dan peningkatan kompetensi guru serta tenaga kependidikan.
Kurikulum Madrasah 2025 adalah sinyal positif bahwa
pendidikan sedang bergerak menuju porosnya yang hakiki: menjadikan manusia
seutuhnya (insan kamil). Gerakan tersebut menjadi peluang bagi para guru
untuk tidak lagi menjadi sekadar "penyampai materi," tetapi menjadi teladan
nyata yang menumbuhkan cinta dan kepedulian kemanusiaan secara mendalam
melalui keindahan ilmu.
Menciptakan Generasi Pencinta Ilmu yang Mendalam
Kurikulum Madrasah 2025 adalah investasi besar Kementerian
Agama dalam membentuk generasi emas yang tidak hanya kompeten secara akademik,
tetapi juga utuh secara karakter dan spiritual. Terbentuknya generasi tersebut
adalah panggilan untuk pendidik agar menempatkan penghormatan (memuliakan murid)
sebagai inti dari proses belajar.
Revolusi tersebut adalah janji untuk mencetak murid yang siap
menghadapi tantangan global dengan percaya diri, kesadaran penuh, dan yang
paling utama, dengan fondasi Cinta yang kuat kepada Tuhannya, dirinya,
sesamanya, lingkungannya, dan negerinya. Tugas kita sekarang adalah
menerjemahkan filosofi luhur Pembelajaran Mendalam dan Kurikulum
Berbasis Cinta tersebut ke dalam setiap sesi belajar di kelas, demi
mewujudkan kebahagiaan sejati di dunia dan akhirat.
KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1503 TAHUN 2025 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN MENTERI AGAMA NOMOR 450 TAHUN 2024 TENTANG PEDOMAN IMPLEMENTASI KURIKULUM PADA RAUDHATUL ATHFAL, MADRASAH IBTIDAIYAH, MADRASAH TSANAWIYAH, MADRASAH ALIYAH, DAN MADRASAH ALIYAH KEJURUAN

Posting Komentar untuk "REVOLUSI PENDIDIKAN MADRASAH: MEMBANGUN GENERASI PANCA CINTA DENGAN PEMBELAJARAN MENDALAM (SEBUAH ANALISIS KURIKULUM MADRASAH 2025)"
Posting Komentar