PROSES PEMBELAJARAN RAMAH ANAK DI MTs NEGERI SALATIGA: SUATU TINJAUAN HASIL ANGKET

Di era pendidikan modern, konsep child-friendly learning atau pembelajaran ramah anak telah menjadi salah satu indikator penting kualitas sebuah institusi pendidikan. Bukan hanya tentang pencapaian akademik, tetapi juga tentang bagaimana setiap anak merasa dihargai, aman, nyaman, dan bahagia dalam setiap proses belajarnya. Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri Salatiga, melalui sebuah angket, telah berupaya memotret secara langsung pengalaman belajar murid dari sudut pandang mereka sendiri. Hasilnya memberikan gambaran yang inspiratif sekaligus reflektif tentang praktik pembelajaran yang sedang berjalan.

Artikel berikut akan mengulas temuan-temuan kunci dari angket tersebut, yang tidak hanya berupa angka statistik, tetapi juga merupakan suara hati dan pengalaman nyata ratusan murid. Data tersebut menjadi cermin yang jujur untuk melihat sejauh mana prinsip inklusi, nondiskriminasi, dan kasih sayang telah terintegrasi dalam budaya belajar di kelas.

Metodologi dan Partisipasi: Mendengarkan Suara Murid

Angket yang disebarkan mencakup 38 pertanyaan terstruktur yang dibagi ke dalam tujuh bagian utama, mulai dari kegiatan pendahuluan, inti, penutup, hingga aspek inklusivitas dan disiplin positif. Skala penilaian menggunakan empat poin (1 = Tidak Pernah hingga 4 = Selalu), memungkinkan gradasi penilaian yang lebih detail.

Terlihat ratusan respons dari berbagai kelas (VII, VIII, dan IX) yang mengisi angket dengan berbagai tingkat kelengkapan identitas—beberapa dengan nama lengkap, beberapa dengan inisial, bahkan ada yang anonim. Hal ini menunjukkan adanya ruang yang diberikan untuk kejujuran dan kenyamanan dalam menyampaikan pendapat, sebuah praktik awal dari lingkungan yang ramah itu sendiri.

Potret Kegiatan Pembelajaran

1. Kegiatan Pendahuluan

Sebagian besar murid menilai positif cara guru memulai pembelajaran. Pernyataan seperti "Guru menyapa saya dengan ramah dan sopan sebelum pelajaran dimulai" dan "Guru memberikan motivasi agar saya semangat belajar" banyak mendapat skor 3 (Sering) dan 4 (Selalu). Hal tersebut menunjukkan kesadaran guru akan pentingnya hubungan emosional dan psychological warmth sebagai fondasi belajar.

Namun, masih ada variasi respons. Beberapa murid masih memberi skor 1 atau 2, mengisyaratkan bahwa praktik pembukaan yang konsisten dan merata di semua kelas masih perlu diperkuat. Kejelasan tujuan pembelajaran juga menjadi poin yang mendapat perhatian, di mana penjelasan yang mudah dipahami menjadi faktor penentu kesiapan murid menerima materi.

2. Kegiatan Inti

Bagian kegiatan inti merupakan jantung dari proses pembelajaran. Hasil angket menunjukkan bahwa murid sangat menghargai ketika:

  • Guru menjelaskan dengan cara menarik dan menggunakan media (video, gambar, alat peraga).
  • Mereka diberi kesempatan bertanya dan berpendapat tanpa takut.
  • Mereka dilibatkan secara aktif dalam diskusi, praktik, atau kerja kelompok.

Skor yang tinggi pada pernyataan-pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa pembelajaran partisipatif dan student-centered approach sudah mulai diterapkan. Yang patut diapresiasi adalah tanggapan terhadap pernyataan "Guru membantu saya jika mengalami kesulitan belajar dengan sabar dan penuh perhatian". Skor yang cenderung tinggi (3 dan 4) menegaskan peran guru bukan hanya sebagai pengajar, tetapi juga sebagai pendamping belajar yang sabar.

Aspek kesetaraan perlakuan juga dinilai sangat baik. Mayoritas murid merasa guru tidak membeda-bedakan berdasarkan jenis kelamin, kemampuan, atau latar belakang. Hal ini merupakan fondasi krusial untuk menciptakan kelas inklusif di mana setiap anak merasa memiliki hak dan tempat yang sama.

3. Kegiatan Penutup

Tahap penutup seringkali terabaikan, namun di MTs Negeri Salatiga, kegiatan penutup mendapat perhatian. Guru mengajak murid menyimpulkan materi bersama-sama, memberi kesempatan untuk menyampaikan kesan atau pertanyaan terakhir, serta memberikan penghargaan dan pujian atas usaha belajar.

Yang paling menggembirakan adalah respon terhadap pernyataan: "Saya merasa lebih semangat untuk belajar setelah mengikuti pelajaran". Jika kegiatan penutup dilakukan dengan suasana positif, maka kegiatan tersebut berfungsi sebagai penguat motivasi intrinsik murid untuk terus belajar, bahkan di luar kelas.

Aspek Kritis: Keamanan, Disiplin Positif, dan Lingkungan Bebas Kekerasan

Salah satu bagian paling sensitif namun vital dalam angket terkait keamanan fisik dan emosional murid. Hasilnya memberikan gambaran yang sebagian besar sangat positif, namun dengan catatan penting.

  • Lingkungan Bebas Kekerasan: Sebagian besar murid menyatakan bahwa guru tidak pernah memarahi dengan kasar, memberikan, atau menggunakan kekerasan fisik maupun verbal. Hal ini merupakan pencapaian yang luar biasa dan selaras dengan semangat Zero Tolerance for Violence dalam pendidikan ramah anak.
  • Disiplin yang Membangun: Murid juga merasakan bahwa jika ada teguran atau tindakan disiplin, dilakukan dengan cara yang baik dan tidak merendahkan. Kesalahan dilihat sebagai bagian dari proses belajar yang perlu dipahami dan diperbaiki dengan bimbingan, bukan dihukum. Hal ini merupakan esensi dari disiplin positif.
  • Rasa Aman dan Dihargai: Pernyataan seperti "Saya merasa aman dari perlakuan kasar" dan "Saya merasa dihargai sebagai pribadi yang berharga" mendapat skor tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa murid tidak hanya merasa aman dari ancaman (security), tetapi juga merasa memiliki sense of belonging dan self-worth di lingkungan madrasah.

Catatan Refleksi: Meski dominan positif, tetap ada sejumlah kecil respons dengan skor 1 (Tidak Pernah) pada pernyataan-pernyataan kritis tersebut. Meski jumlahnya minor, setiap satu respons tersebut mewakili pengalaman seorang anak yang mungkin belum merasakan lingkungan yang sepenuhnya aman atau adil. Ini adalah area perbaikan spesifik yang perlu ditindaklanjuti, mungkin melalui pembinaan guru lebih lanjut atau mekanisme pengaduan yang lebih mudah diakses dan dipercaya oleh murid.

Membangun Madrasah Hebat Bermartabat yang Hakiki

Secara keseluruhan, angket melukiskan gambaran yang sangat positif tentang proses pembelajaran di MTs Negeri Salatiga. Nilai akhir untuk pernyataan penutup, "Secara keseluruhan, saya merasa proses pembelajaran di kelas saya nyaman, menyenangkan, dan ramah anak", menunjukkan persepsi yang kuat di kalangan murid bahwa mereka memang sedang belajar dalam lingkungan yang supportive dan caring.

Temuan tersebut membuktikan bahwa komitmen madrasah pada slogan "Madrasah Hebat Bermartabat dan Ramah Anak" bukan sekadar slogan. Slogan diterjemahkan dalam praktik nyata di kelas: dari sapaan ramah di awal, pembelajaran yang melibatkan anak, bantuan yang sabar, perlakuan yang adil, hingga penutup yang mengapresiasi.

Langkah ke Depan:

1.  Mempertahankan dan Menyebarluaskan Praktik Baik: Praktik-praktik positif yang sudah dilakukan oleh sebagian besar guru perlu didokumentasikan dan disebarluaskan menjadi best practices bagi seluruh guru di madrasah.

2. Fokus pada Area dengan Variasi Respons Tinggi: Aspek-aspek yang masih menunjukkan variasi penilaian besar (antara skor 4 dan 1) memerlukan perhatian khusus. Dialog terbuka antar guru dan dengan murid dapat membantu memahami akar perbedaan persepsi tersebut.

3. Memperkuat Mekanisme Umpan Balik Berkelanjutan: Angket sebaiknya bukan menjadi kegiatan satu-satunya. Membangun kultur umpan balik rutin dan mudah antara murid dan guru akan membuat perbaikan pembelajaran menjadi proses yang dinamis dan berkelanjutan.

4. Menjalin Kemitraan dengan Orang Tua: Temuan positif dapat dibagikan kepada orang tua sebagai bentuk akuntabilitas dan transparansi, sekaligus mengajak mereka berpartner dalam menciptakan ekosistem ramah anak yang holistik.

Pada akhirnya, hasil angket adalah sebuah testimoni kolektif. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ketika sebuah madrasah dengan serius mendengarkan suara muridnya, madrasah tidak hanya mendapatkan data evaluasi, tetapi juga menguatkan rasa kepemilikan (ownership) murid terhadap proses pendidikan mereka sendiri. Inilah hakikat dari madrasah ramah anak: sebuah tempat di mana setiap anak tidak hanya diajar, tetapi juga didengarkandihargai, dan diberdayakan untuk tumbuh menjadi pribadi yang cerdas dan berkarakter.

Artikel tersebut dianalisis berdasarkan data angket murid MTs Negeri Salatiga. Semua upaya dilakukan untuk menjaga kerahasiaan dan keamanan data responden. Temuan bertujuan untuk refleksi dan peningkatan kualitas pendidikan, bukan untuk menilai individu.

Posting Komentar untuk "PROSES PEMBELAJARAN RAMAH ANAK DI MTs NEGERI SALATIGA: SUATU TINJAUAN HASIL ANGKET"