KURIKULUM BERBASIS CINTA: WAJAH BARU PENDIDIKAN MADRASAH 2025 YANG LEBIH HUMANIS DAN BERMAKNA

Ketika dunia pendidikan bergerak cepat mengikuti teknologi, perubahan sosial, dan tantangan global yang tak pernah berhenti, madrasah berada di persimpangan penting: tetap bertahan dengan cara lama, atau memilih melompat ke masa depan dengan pendekatan baru.

Kementerian Agama melalui Panduan Pembelajaran dan Asesmen edisi terbaru menjawab tantangan tersebut dengan menghadirkan sebuah paradigma yang bukan hanya modern, tetapi juga sangat manusiawi: Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) dan Pembelajaran Mendalam.

Dokumen tersebut bukan sekadar panduan teknis. Dokumen tersebut merupakan “ruh baru” pendidikan madrasah; sebuah undangan bagi pendidik untuk kembali ke inti pendidikan — memanusiakan manusia. Jika sebelumnya guru sering dibatasi oleh administrasi, kelengkapan perangkat ajar, dan tekanan evaluasi berbasis angka, maka kini madrasah diajak kembali melihat murid sebagai individu yang utuh: berpikir, merasa, beriman, dan berkembang.

1. Dari Kurikulum Kaku Menuju Pendidikan yang Menghidupkan

Selama bertahun-tahun, ruang kelas kita sering disibukkan dengan “yang harus diajarkan” daripada “yang harus dipelajari murid”. Fokus kita berkutat pada:

  • tuntas materi,
  • memasukkan konten sebanyak mungkin,
  • mengejar nilai ujian,
  • atau memenuhi kewajiban administrasi.

Panduan terbaru ini hadir untuk menggeser poros pendidikan ke arah murid, bukan ke arah kelengkapan berkas.

Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) menjadi pengingat bahwa pendidikan bukan sekadar transfer ilmu, tetapi proses menumbuhkan fitrah manusia melalui lima pilar cinta:

1.     Cinta Allah dan Rasul-Nya

2.     Cinta ilmu

3.     Cinta lingkungan

4.     Cinta diri dan sesama

5.     Cinta tanah air

Pancasila tetap menjadi fondasi, tetapi KBC memberikan ruang batin dan nilai yang lebih dekat dengan tradisi pedagogik Islam. Dengan kerangka tersebut, guru tidak hanya mengajar, melainkan menjadi arsitek pengalaman belajar.

2. Pembelajaran Mendalam: Dari Hafal ke Paham, dari Paham ke Bermakna

Panduan ini menawarkan konsep Pembelajaran Mendalam, yang dirancang bukan untuk menjadikan murid hafal lebih banyak, tetapi memahami lebih dalam.

Ada tiga prinsip inti:

a. Berkesadaran

Murid tahu apa tujuan mereka belajar. Mereka dilibatkan sejak awal dalam:

  • memahami tujuan pembelajaran,
  • menentukan strategi belajar,
  • dan melihat relevansi materi dengan hidup mereka.

Prinsip ini menumbuhkan self-regulated learner—pembelajar mandiri yang haus pengetahuan.

b. Bermakna

Belajar tidak berhenti di buku. Murid diajak:

  • menghubungkan materi dengan kehidupan sehari-hari,
  • menyelesaikan masalah nyata,
  • memahami manfaat ilmu dalam kehidupan,
  • dan bekerja lintas disiplin.

Prinsip ini menggeser pembelajaran menjadi lebih kontekstual dan relevan.

c. Menggembirakan

Suasana belajar yang positif dan penuh rasa aman menciptakan pengalaman belajar yang bertahan. Ketika murid bahagia, mereka akan:

  • lebih aktif,
  • lebih kreatif,
  • dan lebih mudah menyerap pengetahuan.

Guru dituntut menjadi fasilitator yang menciptakan atmosfer kelas yang sehat, bukan sekadar “penjaga disiplin”.

3. Profil Lulusan Madrasah: Delapan Dimensi yang Menjawab Zaman

Pendidikan madrasah di bawah KBC diarahkan untuk melahirkan lulusan dengan 8 dimensi profil:

1.     Keimanan dan ketakwaan

2.     Kewargaan

3.     Penalaran kritis

4.     Kreativitas

5.     Kolaborasi

6.     Kemandirian

7.     Kesehatan

8.     Komunikasi

Delapan profil tersebut merupakan bentuk utuh manusia berkarakter, bukan hanya pintar. Mereka yang kelak:

  • mampu mengambil keputusan,
  • siap bekerja sama,
  • percaya diri,
  • dan tetap berpegang pada nilai-nilai keislaman.

4. Pengalaman Belajar: Tiga Tahap Penting dalam Pembelajaran Mendalam

Panduan ini memetakan pengalaman belajar murid dalam tiga tahap besar:

1. Memahami

Murid menghubungkan pengetahuan baru dengan pengalaman sebelumnya. Guru menstimulasi berpikir dengan:

  • pertanyaan pemantik,
  • diskusi,
  • eksplorasi,
  • dan nilai-nilai moral yang relevan.

2. Mengaplikasi

Ilmu harus “turun ke bumi”. Murid diajak:

  • menyelesaikan masalah,
  • membuat produk,
  • melakukan percobaan,
  • atau menghasilkan karya.

Tahap ini membawa pembelajaran ke ranah pengalaman nyata.

3. Merefleksi

Tahap yang paling sering dilupakan di sekolah. Di sini murid:

  • mengevaluasi proses belajarnya,
  • memahami kekuatan dan kelemahannya,
  • mengatur emosi,
  • dan menetapkan strategi belajar selanjutnya.

Refleksi menjadikan murid bukan hanya tahu, tetapi sadar.

5. Asesmen: Dari Penghakiman ke Pembimbingan

Asesmen tidak lagi diposisikan sebagai akhir dari proses belajar, tetapi bagian dari pembelajaran itu sendiri. Ada tiga prinsip:

a. Berkeadilan

Tidak boleh ada bias sosial, budaya, atau kondisi khusus.
Termasuk larangan menggunakan tes calistung sebagai syarat masuk Madrasah Ibtidaiyah (MI).

b. Objektif

Penilaian harus berbasis data, bukan persepsi.

c. Edukatif

Asesmen harus menghasilkan:

  • umpan balik,
  • perbaikan,
  • motivasi,
  • dan tindak lanjut untuk guru, murid, serta orang tua.

Asesmen bukan lagi “vonis”, melainkan kompas.

6. Perencanaan Pembelajaran: Mulai dari Akhir, Rancang ke Awal

Panduan ini mengajak guru menggunakan backward design, yaitu:

1.     Pahami capaian pembelajaran

2.     Turunkan menjadi tujuan pembelajaran

3.     Susun alur pembelajaran

4.     Rancang kegiatan yang relevan dan menyenangkan

5.     Tentukan asesmen yang logis dan adil

Pendidik diberikan keleluasaan untuk mengembangkan:

  • alur tujuan pembelajaran,
  • modul ajar,
  • perangkat ajar,
  • serta teknik asesmen sesuai karakter kelas.

Keleluasaan tersebut mendorong kreativitas guru dan praktik yang lebih autentik.

7. Teknologi Digital: Katalisator Pembelajaran Madrasah

Panduan ini menekankan pentingnya:

  • platform pembelajaran daring,
  • Artificial Intelligence (AI) sebagai alat bantu,
  • e-learning madrasah,
  • teknologi asistif untuk Anak Berkebutuhan Khusus (ABK),
  • serta ekosistem digital lainnya.

Teknologi bukan tujuan, tetapi enabler untuk membuat pembelajaran lebih kaya.

8. Refleksi: Guru Bukan Hanya Pengajar, Tetapi Pembelajar Sejati

Salah satu bab terakhir dalam panduan ini menggarisbawahi pentingnya:

  • refleksi guru,
  • refleksi kepala madrasah,
  • refleksi antarguru,
  • dan refleksi murid.

Madrasah yang baik adalah madrasah yang terus belajar. Seperti muridnya, guru pun perlu membuka diri terhadap perubahan, memperbaiki strategi, dan memperkuat nilai cinta dalam pembelajaran.

KBC Bukan Sekadar Kurikulum, Melainkan Gerakan Peradaban

Dengan Kurikulum Berbasis Cinta dan Pembelajaran Mendalam, madrasah Indonesia bukan hanya mengejar ketertinggalan. Madrasah melangkah lebih jauh: membangun peradaban yang berakar pada iman, berorientasi pada kemanusiaan, dan berpijak pada ilmu pengetahuan modern.

Inilah pendidikan yang tidak hanya mencetak murid yang lulus ujian, tetapi melahirkan insan yang:

  • berpikir kritis,
  • bernilai,
  • berakhlak,
  • berdaya cipta,
  • peduli terhadap lingkungan,
  • dan siap menghadapi masa depan yang kompleks.

Jika selama ini kita mengenal madrasah sebagai institusi yang kuat dalam nilai spiritual, maka dengan KBC dan Pembelajaran Mendalam, madrasah akan menjadi model pendidikan masa depan yang holistik, humanis, dan progresif.

Inilah saatnya madrasah bangkit bukan hanya sebagai lembaga pendidikan Islam, tetapi sebagai pusat inovasi pendidikan nasional.

SURAT PANDUAN PEMBELAJARAN & ASESMEN PADA RA DAN MADRASAH  

LAMPIRAN PANDUAN PEMBELAJARAN & ASESMEN PADA RA DAN MADRASAH

Posting Komentar untuk "KURIKULUM BERBASIS CINTA: WAJAH BARU PENDIDIKAN MADRASAH 2025 YANG LEBIH HUMANIS DAN BERMAKNA"