GERAKAN AYAH MENGAMBIL RAPOR: LANGKAH NYATA ATASI FATHERLESS DAN BANGUN GENERASI EMAS INDONESIA

Pernahkah Anda bertanya, seberapa sering seorang ayah hadir dalam momen akademis penting anaknya? Misalnya, saat pengambilan rapor sekolah. Jika jawabannya jarang, maka Anda tidak sendirian. Fenomena fatherless atau ketidakhadiran figur ayah secara fisik maupun emosional, ternyata telah menjadi isu serius di Indonesia. Berdasarkan data terbaru dari Pemutakhiran Pendataan Keluarga tahun 2025, satu dari empat keluarga dengan anak di Indonesia mengalami kondisi fatherless. Angka tersebut mencapai 25,8%, sebuah statistik yang mengkhawatirkan dan memerlukan perhatian lintas sektor.

Menanggapi hal ini, Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (Kemendukbangga/BKKBN) mengambil langkah strategis. Melalui Surat Edaran Nomor 14 Tahun 2025, Kemendukbangga/BKKBN meluncurkan Gerakan Ayah Mengambil Rapor Anak ke Sekolah. Gerakan tersebut bukan sekadar himbauan simbolis, melainkan sebuah upaya sistematis untuk membangun kembali peran aktif ayah dalam ekosistem pendidikan anak, sekaligus mengikis budaya fatherless yang mengakar.

Mengapa Gerakan Ini Penting? Melihat Akar Masalah Fatherless

Surat edaran tersebut dengan jelas memaparkan latar belakang yang mendalam. Istilah fatherless tidak hanya merujuk pada kondisi ayah yang secara fisik tidak ada karena alasan tertentu, tetapi juga pada ayah yang hadir secara fisik namun "absen" secara emosional dan peran dalam pengasuhan. Dua faktor utama penyumbang tingginya angka tersebut adalah tekanan ekonomi (seperti pengangguran) dan disfungsi hubungan keluarga (seperti perceraian).

Dampak dari kondisi tersebut sangat nyata dan multidimensi. Anak-anak yang tumbuh tanpa keterlibatan ayah yang optimal cenderung mengalami:

  • Masalah Akademik: Menurunnya motivasi belajar dan prestasi.
  • Masalah Perilaku: Meningkatnya kecenderungan perilaku agresif dan sulit diatur.
  • Perilaku Berisiko: Rentan terlibat dalam kenakalan remaja dan penyalahgunaan zat.

Sekolah, sebagai institusi formal kedua setelah keluarga, menjadi ruang strategis untuk melibatkan kembali para ayah. Kehadiran ayah saat mengambil rapor adalah pintu masuk yang konkret. Momen tersebut lebih dari sekadar transaksi administratif; momen tersebut adalah simbol dukungan, perhatian, dan komitmen ayah terhadap perjalanan belajar anak.

Maksud dan Tujuan: Lebih Dari Sekadar Mengambil Kertas Rapor

Gerakan Ayah Mengambil Rapor memiliki tujuan yang jauh lebih dalam:

1. Memperkuat Peran Pengasuhan Ayah: Membangun kesadaran bahwa pengasuhan adalah tanggung jawab bersama, ibu dan ayah. Kehadiran di momen penting sekolah menciptakan kedekatan emosional yang menjadi fondasi bagi rasa percaya diri dan kenyamanan anak.

2. Mengubah Budaya Pengasuhan: Menggeser paradigma lama yang memusatkan peran pendidikan dan komunikasi dengan sekolah hanya pada ibu, menuju pola pengasuhan kolaboratif dan setara antara ayah dan ibu.

3. Investasi Sosial Jangka Panjang: Sejalan dengan visi membangun Generasi Emas Indonesia, keterlibatan ayah adalah investasi terbaik untuk menciptakan sumber daya manusia yang unggul, berkarakter, dan berdaya saing. Ayah yang terlibat terbukti membantu meningkatkan motivasi dan hasil belajar anak.

Bagaimana Mekanisme Pelaksanaannya? Praktis dan Didukung Institusi

Surat edaran ini memberikan panduan yang jelas dan aplikatif:

  • Sasaran: Seluruh ayah dengan anak usia sekolah, mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), jenjang pendidikan dasar (Sekolah Dasar/SD), hingga pendidikan menengah (Sekolah Menengah Pertama(SMP)/Sekolah Menengah Atas(SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)).
  • Waktu Pelaksanaan: Gerakan Ayah Mengambil Rapor secara resmi dimulai pada Desember 2025, disesuaikan dengan jadwal pengambilan rapor akhir semester di masing-masing sekolah.
  • Dukungan Institusi: Poin penting adalah pemberian dispensasi keterlambatan bagi ayah yang mengikuti gerakan tersebut, sesuai ketentuan instansi atau kantor masing-masing. Hal ini menunjukkan komitmen negara untuk memfasilitasi partisipasi ayah dengan melibatkan dunia kerja.
  • Apresiasi dan Sosialisasi Digital: Untuk mendorong partisipasi, Kemendukbangga/BKKBN memberikan penghargaan kepada 10 ayah beruntung melalui kampanye di Instagram. Caranya dengan mengunggah foto/video momen mengambil rapor menggunakan tagar #GATI (Gerakan Ayah Teladan Indonesia) dan #sekolahbersamaayah, serta menandai akun resmi @kemendukbangga_bkkbn, @dithanrembkkbn, dan @gatikemendukbangga. Strategi tersebut cerdas karena memanfaatkan kekuatan media sosial untuk menyebarkan virus positif dan menormalisasi peran ayah di sekolah.

Analisis dan Implikasi Gerakan: Sebuah Awal yang Progresif

Gerakan Ayah Mengambil Rapor patut diapresiasi sebagai langkah progresif dari pemerintah. Ini adalah contoh kebijakan yang "family-centric" dan berbasis data. Beberapa implikasi positif yang bisa diharapkan:

1. Memperkuat Komunikasi Segitiga Emas (Ayah-Anak-Sekolah): Selama ini, komunikasi dengan guru/wali kelas sering hanya dijembatani oleh ibu. Dengan ayah yang datang langsung, terjadi pertukaran perspektif baru. Ayah bisa memahami tantangan akademis dan sosial anak dari narasi pertama, yang dapat memperkaya strategi pendampingan di rumah.

2. Membangun Role Model bagi Anak Laki-Laki: Bagi anak laki-laki, melihat ayahnya peduli dengan urusan sekolah memberikan contoh nyata tentang bagaimana kelak ia harus terlibat dalam keluarga. Siklus pengasuhan pasif dapat terputus.

3. Mengurangi Beban Mental Ibu: Gerakan tersebut juga secara tidak langsung mendukung kesehatan mental ibu dengan membagi tanggung jawab. Pengasuhan yang kolaboratif mengurangi risiko burnout pada ibu.

4. Mendorong Kebijakan Ramah Keluarga di Tempat Kerja: Poin dispensasi keterlambatan dapat menjadi preseden untuk mendorong kebijakan kerja yang lebih fleksibel dan ramah keluarga, seperti flexible time atau parental leave untuk urusan sekolah anak.

Tantangan dan Langkah Ke Depan

Meski konsepnya brilian, keberhasilan gerakan tersebut bergantung pada beberapa faktor:

  • Sosialisasi Massif: Himbauan harus sampai ke akar rumput, tidak hanya di perkotaan tetapi juga di pedesaan dan daerah terpencil. Kolaborasi dengan pemerintah daerah (Gubernur, Bupati/Wali Kota), sekolah, dan tokoh masyarakat/agama sangat krusial.
  • Mengatasi Stigma Sosial: Di beberapa komunitas, urusan sekolah masih dianggap "urusan perempuan". Perlu pendekatan budaya yang sensitif untuk mengubah persepsi tersebut.
  • Keberlanjutan: Gerakan tersebut tidak boleh berhenti pada satu kali pengambilan rapor. Harus menjadi titik awal untuk program keterlibatan ayah lain, seperti menghadiri pertemuan orang tua, menjadi narasumber di kelas, atau terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler.

Mari Wujudkan Sekolah Bersama Ayah

Gerakan Ayah Mengambil Rapor Anak ke Sekolah lebih dari sekadar program pemerintah; gerakan tersebut merupakan undangan untuk membangun ulang fondasi keluarga Indonesia. Gerakan tersebut mengajak setiap ayah untuk hadir tidak hanya sebagai pencari nafkah, tetapi juga sebagai pendidik, pendengar, dan pendukung utama bagi anak-anaknya.

Momen mengambil rapor mungkin terlihat kecil, tetapi resonansinya besar. Ia mengirimkan pesan kuat kepada anak: "Ayah peduli, Ayah hadir untukmu." Pesan tersebut dapat memutus rantai fatherless, membangun ketahanan keluarga, dan pada akhirnya, mewujudkan Generasi Emas Indonesia yang tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga matang secara emosional dan sosial.

Mari kita dukung dan sukseskan gerakan tersebut. Kepada seluruh ayah di Indonesia, Desember 2025 ini, sempatkan waktu. Ambil cuti, minta dispensasi, dan hadirlah di sekolah anak Anda. Unggah momen kebanggaan itu dengan tagar #GATI. Karena setiap langkah kaki ayah menuju sekolah, adalah langkah pasti menuju masa depan Indonesia yang lebih kuat, dimulai dari ketahanan dalam setiap keluarga.

*Artikel tersebut diinspirasi dari Surat Edaran Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN Nomor 14 Tahun 2025.* 

Posting Komentar untuk "GERAKAN AYAH MENGAMBIL RAPOR: LANGKAH NYATA ATASI FATHERLESS DAN BANGUN GENERASI EMAS INDONESIA"