MENGUAK KEKUATAN POLA PIKIR BERTUMBUH: FONDASI KEBERHASILAN HIDUP

Di era informasi yang terus bergerak cepat, seringkali kita mendengar ungkapan "Pola Pikir adalah Segalanya" (Mindset is Everything). Ungkapan tersebut sama sekali tidak berlebihan, karena cara kita memandang dunia dan berpikir akan secara langsung mendikte tindakan kita dan pada akhirnya menentukan hasil yang akan kita peroleh.

Mindset, Skillset, dan Toolset: Fondasi yang Sering Terabaikan

Seringkali, pertanyaan klasik muncul, mana yang lebih penting, Pola Pikir (Mindset) atau Kumpulan Keterampilan (Skillset)? Untuk menjawabnya, mari kita pahami konsep MST(set): Mindset, Skillset, dan Toolset, sebagaimana dijelaskan dalam buku "The Next Rules of Work: The Mindset, Skillset and Toolset to Lead Your Organization Through Uncertainty" oleh Bolles (2021).

  • Pola Pikir (Mindset) didefinisikan sebagai cara kita melihat dan berpikir terhadap sebuah peristiwa (how to see and how to think), yang berfungsi untuk memperluas (broaden) cara pandang dan pemikiran kita.
  • Kumpulan Keterampilan (Skillset) adalah pengetahuan dan pengalaman yang berguna untuk memperdalam (deepen) saat mempelajari sesuatu.
  • Alat-alat (Toolset) adalah kumpulan metode dan alat yang berfungsi untuk mempertajam (sharpen) dalam menganalisis sebuah peristiwa atau masalah.

Dari ketiga elemen tersebut, Pola Pikir jelas merupakan fondasi utama. Tanpa pola pikir yang tepat, skillset dan toolset di atasnya tidak akan berguna secara maksimal. Hal inilah mengapa kita sering mendengar ungkapan: "Pola Pikir Lebih Penting dari pada Keterampilan" (Mindset Over Skillset).

Mengenal Pola Pikir Bertumbuh (Growth Mindset)

Konsep Pola Pikir Bertumbuh (PPB) pertama kali dikembangkan oleh Prof. Carol S. Dweck, seorang profesor psikologi dari Universitas Stanford. Penelitiannya yang panjang berfokus pada perilaku dan sikap manusia saat menghadapi tantangan, hambatan, dan kesulitan. Dalam bukunya "Mindset: The New Psychology of Success", Prof. Dweck menjelaskan dua jenis pola pikir: Pola Pikir Tetap (PPT) dan Pola Pikir Bertumbuh (PPB).

  • Pola Pikir Tetap (PPT)

Individu dengan PPT memiliki keyakinan bahwa kecerdasan dan keterampilan bersifat tetap dan tidak dapat diubah secara signifikan. Mereka cenderung menghindari tantangan agar tetap terlihat cerdas, cepat menyerah saat menghadapi hambatan, menganggap usaha itu mubazir karena orang cerdas seharusnya tidak perlu bekerja keras, melihat kritik sebagai serangan pribadi yang harus ditolak, dan menganggap kesuksesan orang lain sebagai ancaman.

  • Pola Pikir Bertumbuh (PPB)

Sebaliknya, individu dengan PPB meyakini bahwa kecerdasan dan kemampuan dapat dikembangkan secara tidak terbatas melalui proses belajar dan berusaha. Mereka menerima tantangan sebagai sarana belajar, bertahan dan terus mencari solusi saat ada hambatan, melakukan usaha sekeras mungkin karena ini adalah satu-satunya cara untuk sukses, melihat kritik sebagai masukan yang berguna untuk memperbaiki diri, dan menjadikan kesuksesan orang lain sebagai inspirasi.

Perbedaan fundamental tersebut sangat krusial. Sebuah survei pola pikir yang disisipkan dalam Programme for International Student Assessment (PISA) 2018 oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), bekerja sama dengan Prof. Dweck, yang melibatkan 600.000 murid berusia 15 tahun dari 79 negara, menunjukkan korelasi positif yang signifikan, yaitu negara dengan jumlah murid ber-PPB tinggi akan memiliki nilai akademis yang tinggi pula, dan sebaliknya. Sayangnya, Indonesia termasuk salah satu dari 6 negara dengan jumlah murid ber-PPB yang sangat rendah, dengan 2 dari 3 murid terindikasi memiliki PPT. Hal ini menunjukkan urgensi untuk menumbuhkan PPB di lingkungan pendidikan kita.

Transformasi dari Pola Pikir Tetap Menuju Pola Pikir Bertumbuh

Bagi para guru, terutama dalam konteks Pembelajaran Mendalam, peran mereka sebagai activator, collaborator, dan builder learning culture sangatlah penting. Untuk menjalankan peran tersebut, guru harus mampu mendorong murid yang memiliki PPT agar beralih ke PPB melalui empat langkah kunci yang dijelaskan oleh Prof. Dweck:

1. Belajar mengenali "Suara PPT"

Suara PPT menimbulkan kekhawatiran saat menghadapi tantangan dan hambatan. Contohnya, "Kalau saya gagal berarti saya tidak mampu" atau "Saya akan menolak tugas baru karena risikonya besar".

2. Sadar bahwa kita punya "pilihan"

Menyadari bahwa kita bisa memilih bagaimana merespons suara-suara negatif tersebut.

3. "Berbicara kembali" dengan "Suara PPB"

Mengganti pikiran negatif dengan optimisme dan pandangan positif.

Contoh:

"Kalau saya gagal berarti saya harus mencoba lagi" atau "Kesalahan adalah proses belajar".

4. Melakukan aksi sesuai dengan "Suara PPB"

Menerjemahkan pola pikir positif menjadi tindakan nyata.

Intervensi Pola Pikir: Mendorong Prestasi Akademik

Universitas Stanford, melalui pusat penelitian terapan PERTS (the Project for Education Research That Scales), telah mengembangkan Intervensi Pola Pikir (IPP) yang populer. IPP dirancang untuk meningkatkan prestasi akademik murid dengan memberikan pemahaman bahwa perjuangan saat menghadapi tantangan, hambatan, dan kesulitan dalam belajar adalah bagian dari proses, bukan indikasi kegagalan atau kelemahan. Penelitian menunjukkan korelasi kuat antara IPP dan peningkatan nilai akademik.

Langkah-langkah sederhana bagi guru untuk melakukan IPP:

  • Dorong murid yang menyerah untuk mencoba lagi.
  • Berikan "pujian proses" saat mereka berusaha.
  • Jelaskan perbedaan antara PPT dan PPB dalam menghadapi tantangan.
  • Jelaskan bahwa berbuat salah adalah cara otak belajar dan berkembang.

PERTS bahkan mengembangkan Mindset Kit (www.mindset.org) yang berisi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), kegiatan, dan video untuk membantu guru menerapkan PPB di kelas.

Membangun Komunitas Belajar yang Berdaya

Fondasi utama pengembangan PPB di sekolah adalah membangun komunitas belajar yang kuat. Hal ini mencakup tiga jenis hubungan penting: guru-murid, guru-orang tua, dan guru-guru.

Hubungan Guru dan Murid

Hubungan Guru dan Murid krusial untuk pembentukan PPB di kelas, berlandaskan lima dimensi:

1. Murid yakin bahwa guru mereka percaya pada kemampuan belajarnya.

2. Murid menghormati dan menyukai gurunya.

3. Murid mau meminta masukan dari gurunya.

4. Murid sadar bahwa nilai akademik tidak lebih penting dari perkembangan diri.

5. Murid merasa aman dengan gurunya.

Menerapkan "Aturan Emas" dalam mengajar, yaitu perlakukan murid sebagaimana Anda ingin diperlakukan, akan memperkuat hubungan tersebut. Guru dengan PPB akan mengakui kesalahan dan memperbaikinya, menunjukkan teladan nyata PPB.

Hubungan Guru dan Orang Tua

Membangun hubungan positif dengan orang tua juga vital. Guru dengan PPT mungkin menganggap orang tua tidak peduli, namun guru dengan PPB akan aktif melibatkan orang tua dalam pendidikan murid, memanfaatkan media sosial sebagai sarana komunikasi yang efektif.

Kekuatan Pujian: Pribadi vs Proses

Cara guru memberikan pujian atau kritik sangat menentukan jenis pola pikir yang akan terbentuk pada murid. Prof. Dweck melakukan percobaan pada 400 murid Sekolah Dasar (SD) kelas 5 di New York. Setelah mengerjakan soal mudah, satu kelompok dipuji "Kamu pasti pintar" (Pujian Pribadi), dan kelompok lain dipuji "Kamu pasti sudah bekerja keras" (Pujian Proses).

Ketika diberi pilihan soal mudah atau sulit, murid yang diberi Pujian Pribadi cenderung memilih soal mudah. Sebaliknya, lebih dari 90% murid yang diberi Pujian Proses memilih soal yang jauh lebih sulit.

Kesimpulannya, Pujian Pribadi cenderung mendorong PPT, karena murid akan haus pujian tanpa peduli proses belajar. Sementara itu, Pujian Proses akan membentuk PPB, karena proses belajar dan berusaha lebih penting daripada sekadar nilai. Contoh perbedaannya:

  • Pujian Pribadi: "Kamu memang berbakat dalam Matematika."
  • Pujian Proses: "Kamu butuh materi yang akan menantang otakmu."

Kesalahan yang Produktif (Productive Failure)

Prof. Manu Kapur, seorang profesor psikologi di Hong Kong Institute of Education, meneliti konsep Productive Failure (PF). Penelitiannya menunjukkan bahwa ketika murid diberi kesempatan untuk mencoba dan berjuang menyelesaikan masalah, mereka akan lebih mudah memahami dan menerapkan informasi yang didapat dari perjuangan itu di kemudian hari.

Dalam proyek "Singapore Learning to Fail", satu kelompok murid diberi instruksi eksplisit untuk soal Matematika, sementara kelompok lain tidak dan diminta berkolaborasi mencari solusi. Kelompok pertama berhasil menjawab semua soal, sedangkan kelompok kedua tidak. Namun, kelompok kedua menghabiskan lebih banyak waktu membahas berbagai ide dan strategi. Hal tersebut menunjukkan bahwa meskipun mereka "gagal" dalam menyelesaikan soal, proses perjuangan mereka adalah pembelajaran yang produktif.

The Power of YET: Mengubah Perspektif

Salah satu prinsip penting dalam mengembangkan PPB adalah "the Power of YET" (PoY). Setiap kalimat negatif yang mengandung kata "tidak" dapat diubah menjadi "belum" dengan menambahkan kata "yet" di akhir kalimat. Misalnya, "Saya tidak bisa" menjadi "Saya belum bisa".

Perubahan tersebut mengubah makna kesalahan atau kegagalan menjadi "pembelajaran" karena membuka kesempatan untuk mencoba kembali. PoY mendorong PPB, sementara "the Tyranny of NOW" (ToN) mendorong PPT, di mana semuanya dinilai "saat ini" tanpa kesempatan untuk mengulang dan memperbaiki. ToN menutup peluang murid untuk belajar dari kesalahan, membuat mereka terjebak dalam pola pikir "saya tidak bisa".

Target Performa vs. Target Pembelajaran: Mendesain Ruang Kelas untuk Pertumbuhan

Prof. Carol Ames, seorang psikolog pendidikan dari Michigan State University, merancang sistem TARGET untuk membedakan ruang kelas berstruktur "Target Performa" dan "Target Pembelajaran". Sistem tersebut mengacu pada enam dimensi (Task, Authority, Recognition, Grouping, Evaluation, Time).

Dimensi

Target Performa

Target Pembelajaran

Task (Tugas)

Terlalu mudah, hafalan

Bervariasi, menantang

Authority and Recognition (Otoritas dan Pengakuan)

Guru memberi petunjuk jelas; murid dihargai karena mengumpulkan tugas

Guru memberi petunjuk awal, murid mencari cara; murid dihargai karena usaha dan strategi

Grouping (Pengelompokan)

Berdasarkan kemampuan, kompetisi ketat

Berdasarkan cara belajar, kolaborasi baik

Evaluation (Evaluasi)

Umum, mengutamakan hasil akhir

Individu, mengutamakan kemajuan dan perkembangan

Time (Waktu)

Batasan waktu ketat dan kaku

Batasan waktu bervariasi, penguasaan materi lebih penting dari kecepatan

Penelitian Prof. Dweck pada murid SMP menunjukkan bahwa kelas berorientasi Target Performa cenderung mendorong PPT, sementara kelas berorientasi Target Pembelajaran mendorong PPB karena setiap murid diberi kesempatan untuk memperbaiki diri.

Pembelajaran Berbasis Otak (Brain-Based Learning) dan Peta Pikiran

Konsep PPB Prof. Dweck menarik minat ahli Neurosains, terutama kaitannya dengan Plastisitas Otak, yaitu kemampuan otak untuk berubah. Ketika murid belajar dan berjuang memahami, semakin banyak jalur neuron yang terbentuk dan menguat, memungkinkan pengiriman sinyal lebih cepat, artinya murid belajar dan mengingat lebih cepat.

Seorang profesor Matematika di Universitas Stanford, Prof. Jo Boaler, yang pernah menjadi mahasiswa Prof. Dweck, menyatakan dalam bukunya "Mathematical Mindset" bahwa saat murid membuat kesalahan, aktivitas otaknya terpicu, yang tidak terjadi jika mereka langsung mendapat jawaban benar. Murid dengan PPB akan mengalami pertumbuhan otak signifikan saat membuat kesalahan dan terus mencoba. Hal inilah mengapa pelajaran Matematika seharusnya lebih berorientasi pada Target Pembelajaran, bukan hanya pada penguasaan konsep dengan soal jawaban tunggal.

Berdasarkan cara kerja neuron, Prof. Tony Buzan dari Buzan Center United Kingdom (UK) menciptakan "Peta Pikiran" (Mind Map) sebagai alat belajar. Peta Pikiran membantu murid menyusun informasi dan sangat mendukung pembelajaran konstruktivisme, di mana pemahaman mendalam diperoleh melalui konstruksi informasi.

Penyusunan Peta Pikiran melibatkan:

  • Ide Pokok (Central Idea/CI) di tengah.
  • Cabang-cabang Utama (Basic Ordering Ideas/BOI) sebagai sub-bab.
  • Informasi detil tersusun dalam Kategori dan Hirarki (Category and Hierachy) untuk setiap cabang utama.
  • Korelasi antar kategori/hirarki.
  • Warna dan ikon untuk memperkaya visual.

Aplikasi Peta Pikiran dalam pembelajaran dibagi dua:

  • Note Taking

Mengorganisir ide atau informasi dari orang lain (mengubah tulisan linear menjadi Peta Pikiran).

  • Note Making

Membuat kerangka karangan atau laporan dari ide sendiri (membuat Peta Pikiran lalu diubah menjadi tulisan linear).

Peran Pola Pikir Bertumbuh dalam Pembelajaran Mendalam (PM)

PPB memiliki peran besar dalam banyak bagian Kerangka Kerja PM, meliputi:

1. Peran PPB dalam Kerangka Pembelajaran

  • Praktik Pedagogik

Dalam model pembelajaran yang berpusat pada penyelesaian masalah, proyek kolaboratif, dan eksplorasi ide, murid pasti menghadapi hambatan. Di sinilah prinsip Productive Failure, The Power of YET, dan Intervensi Pola Pikir dibutuhkan. Peta Pikiran mendukung konstruktivisme, membantu murid membangun pemahaman.

  • Lingkungan Pembelajaran

Menciptakan iklim belajar yang kondusif membutuhkan PPB. Murid perlu keyakinan bahwa eksplorasi dan kolaborasi akan menumbuhkan mereka, dan dengan PPB, mereka akan bertahan serta berani mengambil risiko saat ada kesalahan atau kegagalan.

  • Kemitraan Pembelajaran

Hubungan kuat antara guru-murid, guru-orang tua, dan guru-guru membutuhkan PPB karena elemen "saling percaya" sangat penting untuk tumbuh kembang murid.

  • Pemanfaatan Digital

Digital Mindset, yang prinsipnya sama dengan PPB, sangat penting dalam Transformasi Digital. Keyakinan untuk berkolaborasi dengan teknologi, bukan menganggapnya sebagai pesaing, adalah fondasi awal.

2. Peran PPB dalam Pengalaman Belajar (3M: Memahami, Mengaplikasi, Merefleksi)

  • Memahami

Proses pemahaman seringkali tidak mulus. PPB dibutuhkan agar murid memahami bahwa kendala dan kesulitan adalah tanda proses belajar dan otak sedang membentuk jalur baru, bukan kelemahan.

  • Mengaplikasi

Tahap mengaplikasi membutuhkan pendalaman pengetahuan yang melibatkan penerapan PPB, penyelesaian masalah, dan pengambilan keputusan efektif. PPB memicu kreativitas dan penalaran kritis untuk solusi inovatif.

  • Merefleksi

PPB sangat berperan di tahap merefleksi, mendorong murid untuk memahami tujuan pembelajaran, mengeksplorasi kekuatan, tantangan, dan area perbaikan, serta bertahan menghadapi tantangan dengan keyakinan tinggi untuk terus bertumbuh dan berkembang.

3. Peran PPB dalam Prinsip Pembelajaran (BBM: Berkesadaran, Bermakna, Menggembirakan)

  • Berkesadaran (Mindful)

Berkesadaran adalah fondasi. Tanpa kesadaran murid untuk belajar, prinsip bermakna dan menggembirakan tidak akan muncul. Dengan PPB, murid sadar bahwa belajar adalah proses yang penuh tantangan, hambatan, dan bahkan kegagalan. Learning Mindsets ("Saya bisa merubah kemampuan saya lewat usaha", "Saya bisa meraih sukses", "Tugas-tugas ini memiliki nilai dan tujuan") sangat selaras dengan prinsip Berkesadaran ini.

  • Bermakna (Meaningful)

Pembelajaran yang bermakna membutuhkan PPB agar murid menjadi pembelajar sepanjang hayat (lifelong learner) yang melihat kendala sebagai "peluang".

  • Menggembirakan (Joyful)

PPB menciptakan suasana belajar yang positif, menantang, menyenangkan, dan memotivasi, di mana keyakinan murid terhadap kemampuan mereka untuk memahami dan mengaplikasikan pengetahuan membawa kegembiraan.

4. Peran PPB dalam Dimensi Profil Lulusan

PPB berperan krusial dalam empat dimensi utama yang dikenal sebagai Keterampilan Abad ke-21:

  • Kreativitas

Kemampuan melihat masalah dari berbagai sudut pandang, menghasilkan gagasan, dan menemukan solusi efektif. Murid kreatif cenderung berpikir out of the box dan mengembangkan ide mendalam.

  • Penalaran Kritis

Kemampuan menganalisis dan mengevaluasi informasi, ide, dan solusi secara cermat, bahkan dalam situasi menantang. PPB mendukung kemampuan berpikir jernih dan tajam.

  • Komunikasi

Kemampuan berinteraksi, berbagi pendapat, menyampaikan sudut pandang beragam, dan terlibat aktif dalam interaksi dua arah. Murid dengan PPB lebih mudah berkomunikasi karena yakin lawan bicara bisa saling mengisi dan memperkuat.

  • Kolaborasi

Kemampuan berkontribusi aktif, menyelesaikan masalah bersama, dan menciptakan suasana harmonis untuk tujuan bersama. Dengan PPB, murid bisa berkolaborasi baik karena memahami pentingnya Super Team.

Selain itu, PPB juga berperan dalam dimensi Kemandirian, di mana murid dengan PPB memiliki keyakinan mampu mengatasi tantangan dan siap terus belajar.

Pola Pikir Bertumbuh untuk Kreativitas

Dalam bukunya "In Search of Deeper Learning", Mehta dan Fine (2019) mendefinisikan Pembelajaran Mendalam sebagai kombinasi MIC: Mastery (mengembangkan pengetahuan dan keterampilan), Identity (menjadi seorang "pembelajar"), dan Creativity (menciptakan sesuatu dari pengetahuan).

Kreativitas bukan hanya tentang memahami, tetapi "menciptakan". Ini membutuhkan innovative thinking untuk menghasilkan sesuatu yang berbeda, kreatif, dan baru. Dalam proses menciptakan "yang baru", PPB sangat berperan, karena kebaruan selalu memiliki dua sisi: peluang dan tantangan. Seseorang yang kreatif harus memiliki PPB karena proses mengembangkan ide dan solusi pasti melewati tantangan dan ketidakpastian. Hanya dengan PPB seseorang mampu bertahan karena yakin akan berhasil pada waktunya.

Kreativitas adalah "jembatan" antara masa sekarang (Iterasi) dan masa depan (Inovasi) dalam siklus I-K-I (Iterasi – Kreativitas – Inovasi).

Keterkaitan antara siklus I-K-I dengan "The 4 Zones of Life" (Zona Nyaman, Zona Ketakutan, Zona Belajar, Zona Bertumbuh) juga menunjukkan peran PPB yang vital. Saat seseorang ingin keluar dari Zona Nyaman menuju Zona Belajar, ia harus melewati Zona Ketakutan. Di zona inilah PPB dibutuhkan untuk mengatasi berbagai ketakutan saat menghadapi tantangan, hambatan, dan kesulitan. Dengan PPB, rasa takut terhadap kendala dapat "dieliminasi".

Kreativitas dapat berkembang dalam diri setiap orang yang mau "melakukan transisi" dari PPT ke PPB melalui beberapa cara:

  • Mengakui dan menerima "ketidaksempurnaan".
  • Melihat tantangan sebagai peluang.
  • Mencoba strategi belajar yang berbeda saat mengalami kegagalan.
  • Mengganti kata "kegagalan" menjadi "pembelajaran".
  • Berhenti mencari pengakuan prematur.
  • Menghargai proses daripada hasil akhir.
  • Lebih mementingkan perkembangan daripada kecepatan.
  • Menanamkan kerendahan hati.
  • Berani mengambil risiko.

Dr. Gemma Leigh Roberts, seorang psikolog spesialis pola pikir, dalam bukunya "Mindset Matters" (2022) menegaskan bahwa PPB adalah pola pikir untuk kreativitas dan inovasi, karena banyak inovasi besar diawali kegagalan. PPB juga mendukung "resiliensi psikologis" yang mempersiapkan diri menghadapi tantangan dan menjaga diri dari stres di masa depan.

Pola Pikir Bertumbuh untuk Pengetahuan Nilai dan Karakter

Dalam Pengalaman Belajar, selain Pengetahuan Esensial dan Aplikatif, terdapat pula Pengetahuan Nilai dan Karakter. PPB memiliki hubungan yang sangat kuat dengan Pengetahuan Nilai dan Karakter, yang berkaitan dengan pemahaman nilai moral, etika, budaya, dan kemanusiaan untuk membentuk kepribadian, sikap, dan perilaku.

Chris Hildrew dalam bukunya "Becoming a Growth Mindset School" (2018) menyatakan bahwa PPB terkait erat dengan Pendidikan Karakter. Murid dengan PPB akan memiliki berbagai "karakter non-kognitif" seperti kesabaran, ketangguhan, keuletan, dan kegigihan, karena mereka memahami bahwa mereka mampu mencapai apapun melalui belajar dan berusaha.

Menurut Prof. Thomas Lickona, Bapak Pendidikan Karakter Dunia, karakter yang baik memiliki tiga komponen: Pengetahuan Moral (Moral Knowing), Penghayatan Moral (Moral Feeling), dan Tindakan Moral (Moral Action). Mengetahui hal baik saja tidak cukup tanpa penghayatan dan aksi nyata. Oleh karena itu, Pengetahuan Nilai dan Karakter penting agar pengetahuan yang dipelajari berguna untuk menolong orang lain dan membentuk diri menjadi pribadi yang baik.

Definisi baru karakter oleh Lickona dan Davidson dalam "Smart & Good High Schools" (2005) mencakup dua bagian yang saling melengkapi: Karakter Performa (Performance Character) dan Karakter Moral (Moral Character).

Kesimpulan

Pola Pikir Bertumbuh adalah lebih dari sekadar konsep psikologis, hal ini adalah fondasi yang memberdayakan individu untuk menghadapi tantangan, belajar dari kesalahan, dan mencapai potensi penuh mereka. Dengan memahami dan menerapkan prinsip-prinsip PPB, kita tidak hanya meningkatkan kemampuan akademis, tetapi juga membentuk karakter yang tangguh, kreatif, dan kolaboratif. Hal ini adalah perjalanan tanpa henti, di mana setiap "belum" adalah undangan untuk "mencoba lagi", dan setiap "kesulitan" adalah peluang untuk "bertumbuh".

Sumber:

Bahan Bacaan Pola Pikir Bertumbuh (Growth Mindset)

Posting Komentar untuk "MENGUAK KEKUATAN POLA PIKIR BERTUMBUH: FONDASI KEBERHASILAN HIDUP"